Hari ini, tepat
setahun yang lalu, 15 Januari 2014 adalah hari yang tidak akan pernah ku
kehendaki datangnya. Hari dimana aku harus kehilangan salah satu sahabat
terbaikku, kau Arina. Kau kembali kepada-Nya yang mempunyaimu seutuhnya.
Satu bulan lebih
engkau berjuang melawan rasa sakit yang begitu pedih, yang tidak pernah kami tahu
betapa engkau merasakan sakitnya. Kami hanya bisa merasakan kesedihanmu,
keputusasaanmu, tapi dibalik rasa itu semua, ada satu rasa yang sangat kami
kenang, sangat kami hargai, sangat kami turut berikan, yaitu rasa semangatmu.
Rasa semangatmu yang ingin sembuh kala itu, bahkan impian-impianmu yang masih
engkau bicarakan pada kami turut memberikan kami semangat untuk menemanimu,
memberikan semangat untuk kami untuk terus mendoakanmu untuk sembuh.
Hampir lima tahun aku mengenalmu. Pertama kali aku mengenalmu, kamu masih berpakaian serba hitam, dengan rambut pendekmu yang tidak terlalu terurus, rok pendek hitam kesayanganmu (kurasa), dan kamu yang hampir selalu terlambat masuk kelas, sampai kamu memutuskan untuk berhijab. Dan tiga tahun sudah kita bersahabat. Kau, Aku, Melda, Kiki, Tia, Sitoh, Risma, Rahma, dan Ningsih. Kita semua mulai bersahabat saat semester tiga. Walau persahabatan kita semua tidak selalu berjalan mulus, tapi beginilah kita. Saling mencaci, saling membicarakan satu sama lain, tapi dari segala keburukan itu, kita semua saling menyayangi dengan cara masing-masing.
Kami semua
memohon maaf, karena kami belum bisa menjadi sahabat yang terbaik buat engkau.
Kami sudah mencoba semampu kami untuk membuktikan bahwa persahabatan kita akan
terus berjalan meski itu di saat suka maupun susah sekalipun. Setidaknya, kami
senang kami bisa menemanimu sampai saat terakhirmu meski kami tidak ada di sampingmu
ketika Tuhan memanggilmu kembali kepangkuan-Nya. Kami juga tidak bisa
menemanimu sampai ke “rumah”-mu yang baru, yang abadi. Kami berjanji suatu saat
nanti, kami akan mengunjungi “rumah” dimana kau tinggal dengan sangat
bahagianya.
Maafkan aku, Arina,
yang masih saja menangis sampai saat aku menulis ini untukmu. Bukan, bukan
berarti aku belum mengikhlaskanmu, aku insya Allah sudah mengikhlaskan engkau.
Aku hanya terkadang tak tahu apa yang harus aku lakukan ketika aku sangat
merindukanmu, selain mendoakanmu.
Engkau adalah
sahabat terbaik yang pernah kami miliki. Kau yang mengajari kami banyak hal.
Kau yang banyak membantu kami dalam masa kuliah kami sampai kehidupan pribadi
kami. Dan setelah kau meninggalkan kami pun kau masih mengajari kami bagaimana
caranya mencintai dan menyayangi satu sama lain sehingga kami bisa tetap erat.
Kamu tahu tidak
Rin, apa yang sedang aku lakukan selain menulis ini? Aku sedang mendengarkan
lagu-lagu Mocca, band kesukaanmu. Mendengarkan lagu Mocca ini mengingatkan aku bagaimana
kau suka menyanyi sendiri di atas motor, dan ada satu lagu Mocca yang membuatku
sangat teringat denganmu, “Sing” judulnya. Kau pernah menyanyikan itu ketika
sedang berkendara denganku, jadi tiap kali aku mendengar lagu itu, aku seperti
sedang mendengar kau yang bernyanyi.
Masih banyak
lagi kenangan tentang kita yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata karena
kenangan kita terlalu indah untuk dituliskan dan biarkanlah kenangan ini
menjadi kenangan abadi semasa kita hidup.
Dear Arina, Kau
adalah sahabatku dulu, sahabatku saat ini, dan sahabatku selamanya. Meski
engkau sudah tak lagi menghidupi dunia yang aneh ini namun engkau masih tetap
menghidupi ruang hati kami sampai kapanpun. Kau adalah salah satu sahabat
terhebat, terbaik, dan sahabat ter-tak terlupakan. Semoga engkau masih
mengingat terakhir kali aku membisikkan kata-kata di telingamu ketika kau sudah
tertidur dalam damai. Kalau engkau lupa, bacalah tulisanku ini untukmu,
sahabatku. I love you. We love you.
Jakarta, 15
Januari 2015
Dengan sepenuh
hati kupersembahkan tulisanku ini untukmu sahabatku, Arina Meylanda Kurnia.
With Love from us,
Power Ciloks :*
No comments:
Post a Comment