Thursday, April 09, 2015

Membelah Hutan Demi Sang Dua Warna

Membelah Hutan Demi Sang Dua Warna

Medan! Iya betul, kali ini saya masih akan membahas soal perjalanan di kota Medan. Apa lagi sih yang kamu tahu soal wisata kota Medan? Masjid Raya? Istana Maimun? Tjong A Fie Mansion? Restaurant Tip Top? Oke, itu adalah tempat-tempat yang bisa kalian datangi dengan mudah.
Sekarang kita bergeser sedikit dari pusat kota Medan, yaitu daerah Sibolga. Iya, daerah ini masih termasuk kota Medan kok... Untuk ke daerah ini, kalian mesti naik kendaraan pribadi sih. Kenapa? Ya biar cepat dan mudah saja hehehe...
Sibolga ini akan kalian lewati ketika kalian akan menuju Berastagi. Sekitar 1-2 jam waktu yang harus kalian tempuh dan kalian tidak perlu khawatir karena kalian tidak akan menjumpai kemacetan seperti di pusat kota dan udaranya sejuk.

Apa yang kalian ketahui tentang Sibolga? Saya juga tidak begitu tahu banyak mengenai daerah ini. Yang saya ketahui adalah di tempat ini banyak pohon durian, perkemahan untuk pramuka dan tempat yang akan saya ceritakan di sini, yaitu Air Terjun Dua Warna.
Saya mengetahui tempat wisata ini beberapa hari sebelum keberangkatan saya ke Medan. Kesan saya waktu pertama kali melihat gambar tempat ini di Twitter adalah keren! Bagaimana tidak keren? Airnya berwarna biru! Dan yang membuat saya penasaran adalah kenapa air terjun ini dinamakan air terjun dua warna? Ada warna apa saja?
Awal cerita, saat sedang diajak jalan dengan saudara saya, ia menanyai mau kemana saya selama di Medan, dan dengan begitu antusiasnya saya bilang bahwa saya ingin ke air terjun dua warna dan saya bersyukur bahwa ia mau menemani saya pergi ke sana di weekend. Sampai akhirnya hari itu datang, tanggal 22 November 2014 tepatnya, kami berlima berangkat ke sana. Empat orang di antara mereka adalah orang-orang yang baru saya kenal. Travel-partner saya saat itu adalah Abang Indra, Fikkry, Bang Lek dan Bang Wandi. Tak butuh waktu lama untuk bisa akrab dengan mereka, dan beruntungnya lagi dua orang di antara mereka berempat adalah saudara saya.
Pukul sebelas kami memulai perjalanan. Cuaca waktu itu sedang turun hujan, namun tak menyurutkan semangat kami untuk pergi ke sana. Selama perjalanan, saya membayangkan saat perjalanan ke air terjun, keramaian orang-orang di sana, semuanya pasti akan terasa menyenangkan.
Setelah hampir dua jam, akhirnya kami sampai di daerah Sibolga. Setelah kami membeli bekal makanan, kami langsung masuk ke area perkemahan pramuka, namun sayang, jalan utama ke sana sedang diperbaiki dan kami harus putar balik dan melewati jalan kecil dan sangat tidak mulus alias berbatu, jadilah selama melewati jalan tersebut badan kami tak henti bergoyang. Hampir 15 menit kami menyusuri jalan tersebut sampai akhirnya kami berjumpa dengan jalan yang mulus tapi tak berapa lama jalan kembali berbatu dan kami sampai di pintu masuk tempat wisata itu.
Setelah parkir mobil, kami mencari tahu dimana pintu masuknya, dan ternyata kami harus mendaftar dulu untuk bisa masuk dan untuk mendapatkan guide. Karena kami hanya berlima, kami terkena biaya sebesar dua ratus ribu (termasuk biaya guide), namun jika kalian datang ke tempat ini lebih dari sembilan orang, kalian akan dikenakan biaya perorang sebesar dua puluh dua ribu kira-kira. Yang membuat saya tambah penasaran, kenapa harus sampai menggunakan jasa guide?
Seehabis proses administrasi selesai, kami mulai menuju air terjun dan saya terkejut. Kenapa? Karena kami harus menyusuri hutan di mana jalan menuju ke air terjun tidak seperti jalan ke air terjun yang ada di daerah-daerah bogor yang sudah ada jalurnya, sedangkan di sini, kami harus menyusuri hutan dengan berjalan kaki selama dua jam jika kita cepat sekali perjalanan. Kami mengumpulkan semangat sepenuh hati untuk terus berjalan. Di daerah Sibolga hampir selalu hujan, karena ini merupakan dataran tinggi. Tanah hutan di saat itu benar-benar menguji kami, selain membuat jalan kami berat, juga banyak terdapat lumpur-lumpur yang kalau kita asal menginjak, kita akan terjerumus dalam. Perjalanan menuju air terjun ini tidak seperti yang ada di bayangan saya yang saya pikir akan mudah. Dataran yang naik-turun membuat tenaga ini terkuras sampai kami harus beristirahat beberapa kali sambil ditemani rintik hujan dan udara dingin. Guide yang menunjukkan jalan kami tampak sangat professional sampai saya tahu bahwa ia dulunya adalah salah satu anggota tim SAR yang pernah menyusuri hutan ini dari hutan Gunung Sibayak. Jadi bisa dibilang, Guide kami adalah salah satu orang yang pertama kali menemukan jalan ke air terjun ini. Saking sudah terbiasanya dengan jalur ini, kami sampai sering kali tertinggal olehnya. Di tengah perjalanan, sandal teman saya putus dan dengan berbaik hati guide saya meminjamkan sandalnya dan ia tidak mengenakan alas kaki. Saya salut dengan dia.
Setelah tiga jam berjalan, kami hampir sampai di air terjun, namun ternyata rintangan belum berakhir. Untuk turun ke air terjun, kami harus menuruni tebing curam terlebih dahulu hanya dengan seuntai tali dan kami harus berganti dan saling menjaga agar tali tidak goyang. Agak malang nasib saya,saya kehilangan keseimbangan sehingga membuat tali yang saya pegang bergoyang dan membuat badan saya menabrak tebing dan alhasil beberapa luka dan sakit badan yang saya dapat.
Akhirnya setelah naik-turun dataran dan menuruni tebing, kami menghadapi rintangan terakhir, yaitu menyeberangi sungai dengan melompat dari batu ke batu yang sangat licin dan pada akhirnya kami sampai di air terjun dua warna! Rasa lelah saya setelah tiga jam berjalan kaki seketika hilang. Bayangan saya tentang air terjun ini berubah. Di sini tak begitu ramai, tak banyak pedagang atau bisa dibilang tidak ada, karena di sana hanya ada satu tenda, dan hanya penjual kopi tanpa menjual makanan dan yang lebih membuat saya mengacungkan empat jempol adalah sampah yang pengunjung bawa harus dimasukkan plastik dan diberikan kepada masing-masing guide untuk nantinya dibuang, jadi tak ada yang buang sampah sembarangan.
Pertanyaan saya tentang mengapa dinamakan air terjun dua warna terjawab sudah. Di tempat ini terdapat dua air terjun. Air terjun utama dan yang tertinggi berwarna biru dan agak jauh di sebelahnya ada air terjun yang tidak begitu tinggi dan berwarna bening. Kekaguman saya tidak berhenti di situ. Suhu masing-masing air yang mengalir dari air terjun pun berbeda. Air yang berwarna biru terasa sangat dingin dan seakan membuat beku, sedangkan air yang berwarna bening terasa biasa saja, tidak terlalu dingin.
Air terjun dua warna ini berkolaborasi dengan hijaunya hutan-hutan yang mengelilinginya dan kabut yang berwarna putih melengkapi keindahannya. Di air terjun yang berwarna biru, kami tidak berani pergi ke bawah air terjun karena kami tidak bisa melihat pijakan kakinya yang seakan sangat dalam, tak tahu berapa dalamnya.







Satu jam kami menikmati air terjun, kami memutuskan untuk kembali karena waktu juga semakin sore. Kami tidak mau berjalan di tengah hutan dengan kondisi sudah gelap, apalagi menurut guide kami, di sini masih banyak terdapat binatang liar seperti beruang madu, kancil dan bahkan harimau.
Kami harus kembali menaiki tebing dengan seuntai tali dan kmai berhasil melewatinya dengan lumayan mudah. Kami berjalan cepat dan saya pun sampai harus tergelincir karena menginjak akar pohon yang banyak menonjol dan itu tidak hanya sekali. Saya tidak lagi menghiraukan lumpur yang bisa membuat saya terjerumus dan alhasil saya terjerumus beberapa kali namun untungnya tak dalam.

Hujan turun dengan lebatnya dan kami berjalan lebih cepat, untung tak berapa lama kami sampai di pos pertama. Perjalanan pulang kami lebih cepat, yaitu hanya sekitar dua jam. Jadi total kami berjalan kaki menyusuri hutan demi sang dua warna adalah lima jam kurang lebih. Yang saya rasakan setelah sampai di tempat awal kami masuk adalah puas dan bangga karena ini adalah kali pertama saya berjalan selama itu menyusuri hutan yang belum ada jalan yang bagus. Saya berhasil melampaui diri saya sendiri dan membuat saya semakin bersemangat untuk menyusuri tempat-tempat indah di Indonesia!

No comments:

Post a Comment